Hai, Sobat Makmur! Ada banyak istilah yang bisa menjadi indikator perekonomian sebuah negara, salah satunya adalah deflasi. Deflasi bisa menjadi tolok ukur dari harga barang yang beredar dan juga daya beli masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Deflasi juga bisa menjadi salah satu acuan pemerintah dan bank sentral suatu negara dalam menentukan kebijakan fiskal dan moneter. Pada artikel kali ini, Makmur akan mengajak kamu untuk mengenal lebih dalam fenomena deflasi dan bagaimana investor menyikapi fenomena ini. Yuk, disimak!
Deflasi merupakan fenomena dimana terjadi penurunan tingkat harga umum barang dan jasa secara terus-menerus dalam suatu periode tertentu. Fenomena ini terjadi karena penurunan permintaan agregat yang disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Selain menurunnya permintaan akibat melemahnya daya beli, deflasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor lain, seperti kelebihan penawaran (supply) barang dan jasa, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, hingga kebijakan suku bunga di suatu negara.
Indonesia saat ini tengah mengalami fenomena deflasi beruntun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia kembali mengalami deflasi sebesar 0,12% pada September 2024, yang merupakan deflasi selama periode 5 bulan secara beruntun. Deflasi tahun ini pertama kali terjadi pada Mei 2024 yakni sebesar 0,03%. Deflasi tercatat semakin dalam terjadi di Juni 2024 yang menyentuh 0,08%. Deflasi kian parah terjadi pada Juli 2024 yang menembus angka 0,18%. Deflasi mulai membaik pada Agustus 2024, yakni kembali ke level 0,03% secara bulanan atau month-on-month (MOM). Namun, tingkat deflasi di Indonesia kini kembali memburuk di level 0,12%.
Deflasi pada September 2024 sekaligus menjadi deflasi yang terparah dalam lima tahun terakhir kepemimpinan Presiden Jokowi. Dalam 3 dekade terakhir, Indonesia pernah mengalami deflasi secara beruntun. Pertama pada tahun 1999 atau setelah krisis finansial, dimana Indonesia pernah mengalami deflasi 7 bulan beruntun, yakni pada Maret 1999 hingga September 1999. Kedua, deflasi usai fenomena krisis pada penghujung 2008, yakni pada Desember 2008 sampai Januari 2009. Ketiga, deflasi pada pandemi tahun 2020, yang terjadi sejak Juli sampai dengan September 2020.
Secara sekilas, deflasi nampak menguntungkan bagi masyarakat karena harga barang dan jasa yang beredar menjadi lebih murah dan terjangkau. Nyatanya, deflasi yang melanda 5 bulan berturut-turut terjadi karena pendapatan masyarakat untuk berbelanja berkurang, yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Uang yang dimiliki masyarakat berkurang sehingga mereka mengurangi pengeluarannya. Hal ini berdampak pada turunnya harga barang sehingga menyebabkan fenomena deflasi.
Secara umum, ada beberapa penyebab menurunnya pendapatan masyarakat, diantaranya akibat minimnya kenaikan upah pekerja, efek kebijakan suku bunga tinggi yang berlangsung cukup lama, serta terbatasnya penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Indonesia juga mengalami gelombang PHK yang cukup masif. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 53.993 tenaga kerja terkena PHK per 1 Oktober 2024, dengan Jawa Tengah, Banten, dan Jakarta menjadi provinsi dengan angka PHK tertinggi.
Peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN 11%) juga menjadi biang kerok turunnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat diperkirakan semakin tertekan sebab PPN direncanakan naik menjadi 12% tahun depan.
Salah satu langkah utama yang dapat dilakukan untuk mengatasi deflasi adalah dengan melakukan pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral, dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI). Kebijakan moneter yang biasanya dipilih adalah politik diskonto, dimana bank sentral akan menurunkan suku bunga acuannya. Pemangkasan suku bunga ini akan membuat bunga simpanan dan deposito bank menjadi kurang menarik. Sehingga, masyarakat diharapkan tergerak untuk menarik tabungannya dari bank dan membelanjakan uangnya.
Seiring dengan deflasi yang terjadi 5 bulan beruntun, BI diyakini masih mempunyai ruang untuk menurunkan suku bunga acuan (BI rate) antara 50 basis point (bps) hingga 75 bps lagi. Selain itu, BI juga dinilai akan merespon ekspektasi bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang diestimasi juga akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 bps pada pertemuan November dan Desember 2024. Sebelumnya, BI telah memangkas suku bunganya acuan sebanyak 25 bps pada rapat dewan gubernur (RDG) September 2024. The Fed juga telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 4,75%-5,0% pada September 2024. Pemangkasan suku bunga The Fed ini sekaligus menandakan berakhirnya kondisi higher for longer yang melanda perekonomian global.
Suku bunga menjadi salah satu sentimen vital di pasar modal. Sebab, kebijakan suku bunga bank sentral menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat likuiditas dan sentimen di pasar modal. Tingkat suku bunga, terutamanya suku bunga di AS akan menentukan arus dana asing ke pasar negara berkembang atau emerging market (EM), termasuk Indonesia. Akibatnya, naik atau turunnya suku bunga acuan akan mempengaruhi kinerja portofolio investasi.
Di instrumen saham, pemangkasan suku bunga akan lebih berdampak pada saham-saham yang peka terhadap suku bunga, seperti saham emiten perbankan, properti, dan saham konstruksi. Sementara bagi reksa dana, pemangkasan suku bunga juga menjadi angin segar bagi instrumen ini.
Diantara 4 jenis reksa dana, pemangkasan suku bunga cenderung lebih menguntungkan reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana pendapatan tetap merupakan reksa dana yang mayoritas portofolionya berisi efek yang bersifat utang, baik obligasi dan/atau sukuk. Pada saat suku bunga rendah, reksa dana ini akan cenderung mengalami capital gain karena nilai imbal balik dari kupon utang akan menjadi semakin atraktif. Sebab, penurunan suku bunga acuan akan menyebabkan suku bunga tabungan dan deposito di perbankan menjadi kurang menarik sehingga membuat investor mencari instrumen investasi yang bisa menghasilkan return yang lebih tinggi. Investor akan lebih tertarik berinvestasi di instrumen obligasi dibandingkan dengan menaruh uangnya di deposito karena obligasi berpotensi menghasilkan return lebih tinggi. Kondisi ini bisa kamu manfaatkan dengan mengakumulasi reksa dana pendapatan tetap. Sejumlah reksa dana pendapatan tetap favorit nasabah Makmur diantaranya Insight Renewable Energy Fund, I-Hajj Syariah Fund, dan STAR Stable Income Fund.
Reksa dana saham juga menjadi instrumen investasi yang diuntungkan dari kebijakan suku bunga rendah. Secara tidak langsung, penurunan suku bunga akan membuat investor mencari alternatif lain dengan imbal hasil yang lebih tinggi dari deposito, salah satunya saham. Meningkatnya permintaan saham di bursa akan menyebabkan peningkatan likuiditas di pasar saham, yang berujung pada kenaikan harga saham. Kondisi ini bisa kamu manfaatkan dengan mengakumulasi reksa dana saham. Sejumlah reksa dana saham yang menjadi favorit nasabah Makmur diantaranya STAR Infobank 15 Kelas Utama, TRIM Syariah Saham, dan Batavia Dana Saham Optimal.
Nah, Sobat Makmur, itu dia penjelasan mengenai fenomena deflasi yang sedang terjadi saat ini. Pastinya, artikel ini bermanfaat untuk kamu implementasikan dalam berinvestasi. Sebagai seorang investor yang berkualitas, kamu perlu memilih instrumen investasi yang tepat. Diantara banyaknya instrumen investasi, reksa dana menjadi salah satu instrumen yang menarik dan prospektif. Salah satu kelebihan reksa dana adalah adanya Manajer Investasi (MI) yang akan mengelola dana secara profesional, sehingga kamu tidak perlu repot mengelola portofoliomu sendiri.
Pastikan kamu membeli reksa dana pilihamu di platform terpercaya seperti Makmur. Sebab, reksa dana yang dijual di Makmur merupakan produk pilihan dari MI profesional di tanah air. Untuk memaksimalkan kinerja portofoliomu, kamu juga bisa membeli reksa dana pilihan dengan memanfaatkan promo Outstanding October 2024, promo Semua Bisa Makmur, dan promo Semakin Makmur.
Kamu juga bisa memanfaatkan promo-promo Makmur yang tertera pada link di bawah ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan dan menemani perjalanan investasimu dalam mencapai tujuan finansial di masa depan.
Link: Promo-Promo di Makmur
Yuk, unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan jangan lupa berikan ulasan terbaikmu.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, kamu juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kamu juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link berikut:
Website: Makmur.id
Editor: Benrik Anthony (bersertifikasi WAPERD dan WMI)
Penulis: Akhmad Sadewa Suryahadi
Key Takeaways: Istilah safe haven dalam investasi merujuk pada aset yang dianggap mampu mempertahankan nilainya atau bahkan mengalami kenaikan ketika pasar keuangan mengalami gejolak. Selama ini, aset emas sering disebut sebagai aset safe haven karena kemampuannya mempertahankan nilai saat pasar mengalami ketidakpastian. Namun, apakah benar hanya emas yang pantas menyandang gelar tersebut? Kita akan mengulasnya […]
Key Takeaways: Kemampuan membaca dan menganalisis laporan keuangan merupakan keterampilan dasar yang wajib dimiliki oleh investor saham. Laporan keuangan menyajikan gambaran kondisi finansial sebuah emiten secara menyeluruh. Dengan memahami isi laporan ini, Anda sebagai seorang investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih rasional dan minim risiko. Laporan keuangan menjadi salah satu alat untuk mengukur kinerja […]
Key Takeaways: Compound Annual Growth Rate atau CAGR adalah ukuran yang digunakan untuk menghitung rata-rata pertumbuhan suatu investasi selama periode tertentu dengan asumsi keuntungan tersebut diinvestasikan kembali setiap tahun. CAGR memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kinerja investasi dibandingkan rata-rata aritmatika biasa karena mempertimbangkan efek bunga majemuk. Fungsi CAGR dalam Investasi Jangka Panjang Sebagai investor […]
Key Takeaways: Price to Book Value (PBV) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk membandingkan harga pasar suatu saham dengan nilai buku per saham perusahaan tersebut. Rasio ini memberikan gambaran apakah suatu saham tergolong murah atau mahal dibandingkan dengan nilai aset bersih perusahaan. Secara sederhana, PBV menunjukkan berapa kali harga pasar suatu saham dihargai terhadap nilai […]
Key Takeaways: Consumer Price Index atau Indeks Harga Konsumen adalah indikator ekonomi yang mengukur perubahan rata-rata harga dari sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dari waktu ke waktu. CPI mencerminkan tingkat inflasi dalam suatu negara dan digunakan oleh pemerintah serta pelaku pasar sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan […]
Key Takeaways: Neraca perdagangan adalah selisih antara nilai ekspor dan impor suatu negara. Surplus terjadi saat ekspor melebihi impor, dan defisit saat impor lebih besar dari ekspor. Neraca perdagangan merupakan komponen utama dari neraca pembayaran yang mencerminkan posisi ekonomi suatu negara dalam hubungan perdagangan internasional. Data ini biasanya disajikan bulanan, kuartalan, atau tahunan oleh lembaga […]