Dalam setahun terakhir, Bank Indonesia telah memangkas BI Rate sebanyak tiga kali menjadi 5,25% sebagai respon terhadap perlambatan ekonomi global dan inflasi yang tetap terkendali. Namun, penurunan suku bunga acuan ini belum sepenuhnya tercermin pada suku bunga kredit perbankan digital. Data per April 2025 menunjukkan bahwa Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) bank-bank digital masih bertahan tinggi, bahkan menyentuh level dua digit di sejumlah segmen kredit. Dalam artikel ini, Makmur akan membahas lebih lanjut penyebab tingginya bunga kredit bank digital dan dampaknya terhadap kemampuan bayar debitur, serta strategi investasi yang dapat dipertimbangkan.
Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu definisi dan fungsi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK).
SBDK adalah tingkat bunga minimum yang digunakan bank sebagai acuan dalam menetapkan suku bunga kredit kepada nasabah. Meskipun bukan bunga akhir yang dibayarkan debitur, SBDK mencerminkan struktur biaya dasar dan profil risiko yang diperhitungkan bank. Oleh karena itu, SBDK menjadi indikator utama dalam menilai keterjangkauan akses kredit, terutama bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan segmen konsumsi ritel.
Meski Bank Indonesia telah menurunkan BI Rate sebanyak tiga kali dalam setahun, yakni pada September 2024 sebesar 25 bps menjadi 6,00%, Januari 2025 sebesar 25 bps menjadi 5,75%, dan Mei 2025 sebesar 25 bps menjadi 5,50%. Namun, SBDK sejumlah bank digital masih bertahan tinggi.
Data per April 2025 menunjukkan bahwa beberapa bank digital seperti Amar Bank, Allo Bank, dan Krom Bank mematok SBDK di kisaran dua digit, khususnya untuk kredit UMKM mikro dan konsumsi non-KPR.
Sebagai contoh, Amar Bank menetapkan SBDK hingga 24,04% untuk kedua segmen tersebut. Tingginya bunga tersebut terutama disebabkan oleh biaya overhead (biaya operasional non-pinjaman, seperti teknologi dan akuisisi nasabah) sebesar 16,21%, sementara margin keuntungan bank relatif kecil, hanya sekitar 2%.
Kondisi serupa juga terjadi di Allo Bank, yang menetapkan SBDK hingga 26,75% dengan overhead cost sebesar 17,1%. Kedua bank ini menggunakan pendekatan risk-based pricing, yaitu penetapan bunga berdasarkan tingkat risiko gagal bayar masing-masing nasabah.
Sejumlah bank menekankan bahwa penyesuaian suku bunga kredit tidak dapat langsung mengikuti arah kebijakan BI Rate. Proses penyesuaian dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan berbagai variabel, seperti struktur biaya dana (cost of fund), kondisi pasar, hingga strategi keberlanjutan bisnis. Alhasil, suku bunga kredit masih tetap tinggi, meskipun biaya dana cenderung mengalami penurunan.
Menariknya, beberapa bank digital justru menaikkan SBDK di tengah tren penurunan suku bunga acuan. Sebagai contoh, Krom Bank menaikkan SBDK dari kisaran 8,13%–8,53% pada Januari menjadi 9,02%–9,45% per April 2025. Bank Jago juga mencatat kenaikan SBDK pada segmen korporasi, dari 7,41% menjadi 7,72%.
Kondisi ini mencerminkan bahwa kebijakan penetapan bunga kredit sangat bergantung pada profil risiko nasabah dan kebutuhan menjaga margin bisnis. Di sisi lain, tingginya biaya operasional meskipun bersifat digital, juga menjadi pertimbangan dalam menentukan pricing kredit yang berkelanjutan.
Bagi debitur, terutama pengguna kredit tanpa agunan (jaminan), suku bunga kredit yang tinggi dapat menjadi beban tambahan yang cukup signifikan. Selain meningkatkan kewajiban cicilan, kondisi ini juga berpotensi dapat menekan konsumsi rumah tangga dan menghambat ekspansi usaha, terutama bagi sektor-sektor yang bergantung pada pembiayaan modal kerja.
Di tengah tantangan pembiayaan dan suku bunga kredit yang tinggi, investor dapat mempertimbangkan alternatif yang lebih stabil seperti instrumen reksa dana khususnya reksa dana pendapatan tetap (RDPT) dan reksa dana campuran.
RDPT cocok untuk investor yang mengutamakan stabilitas dan pendapatan berkala. Instrumen ini sebagian dananya dialokasikan pada obligasi, termasuk obligasi pemerintah dan korporasi, sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi jangka pendek.
Berikut tiga contoh produk RDPT unggulan di Makmur yang mencatat kinerja solid dalam 1 tahun terakhir:
Sementara itu, reksa dana campuran menawarkan keseimbangan antara potensi pertumbuhan dan pendapatan tetap. Portofolionya terdiri dari kombinasi saham, obligasi atau sukuk, dan instrumen pasar uang, dengan porsi maksimum 79% pada salah satu aset, sesuai regulasi yang berlaku. Instrumen ini cocok bagi investor dengan profil risiko moderat yang menginginkan potensi pertumbuhan jangka menengah.
Berikut tiga contoh produk reksa dana campuran unggulan di Makmur yang memiliki kinerja solid dalam 1 tahun terakhir:
Itulah pembahasan mengenai mengapa suku bunga kredit bank digital masih bertahan tinggi, meskipun BI Rate telah mengalami penurunan sebanyak tiga kali dalam setahun terakhir. Faktor risiko debitur, tingginya biaya overhead, serta strategi penetapan harga berbasis risiko membuat proses penyesuaian bunga kredit tidak dapat berlangsung secara cepat.
Di tengah kondisi ini, investor tetap memiliki pilihan instrumen yang relatif lebih stabil, seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran. Keduanya dapat menjadi alternatif menarik untuk menjaga potensi imbal hasil sekaligus mengelola risiko di tengah tantangan suku bunga kredit yang masih tinggi.
Di Makmur, Anda juga dapat memilih lebih dari 100 produk reksa dana pilihan lainnya baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Anda dapat memilih dan membeli reksa dana dengan memanfaatkan promo seperti promo June Invest dan promo Semua Bisa Makmur.
Link: Promo-Promo di Makmur
Unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan berikan ulasan mengenai pengalaman investasi Anda di Makmur.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, Anda juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Anda juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link di bawah ini:
Website: Makmur.id
Editor: Merry Putri Sirait (bersertifikasi WPPE)
Penulis: Lia Andani
Key Takeaways: Pasar saham Indonesia tidak pernah lepas dari pengaruh geopolitik dan ekonomi global. Setiap pergerakan modal asing, baik masuk maupun keluar, sering kali berawal dari acuan yang digunakan investor global dalam menentukan strategi investasinya. Salah satu acuan berpengaruh adalah indeks dari Morgan Stanley Capital International (MSCI). Berbagai Indeks MSCI, khususnya MSCI Indonesia Index, menjadi […]
Key Takeaways: Pada 22 Januari 2025, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan efisiensi anggaran yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Berdasarkan data dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Pekerjaan Umum, tercatat efisiensi belanja mencapai Rp256,1 triliun untuk Kementerian/Lembaga (K/L) dan Rp50,6 triliun untuk Transfer ke Daerah (TKD). Efisiensi anggaran tersebut juga menekankan […]
Key Takeaways: Pasar modal Indonesia kembali diramaikan oleh penawaran umum perdana saham (IPO). PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS), anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), bersiap mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 23 September 2025. EMAS akan menjadi perusahaan ketiga dalam ekosistem Grup Merdeka, setelah PT Merdeka Copper Gold Tbk […]
Key Takeaways: Pemerintah sebagai pengambil kebijakan memiliki berbagai keputusan yang digunakan untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional. Salah satu keputusan ekonomi yang berdampak luas adalah kebijakan perubahan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), karena bisa mempengaruhi aktivitas keuangan masyarakat. Setiap perubahan suku bunga memiliki dampak terhadap konsumsi masyarakat hingga pergerakan nilai tukar rupiah. Dengan […]
Key Takeaways: Investasi adalah salah satu cara efektif untuk mencapai tujuan finansial. Namun, tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi dengan satu jenis instrumen. Sebagian tujuan memerlukan strategi jangka panjang dengan orientasi pertumbuhan, sementara sebagian lainnya membutuhkan instrumen jangka pendek yang lebih stabil dan likuid. Agar portofolio Anda seimbang, penentuan porsi antara investasi jangka panjang dan jangka […]
Key Takeaways: Saham merupakan salah satu instrumen investasi yang dapat memberikan hasil optimal dalam jangka panjang. Namun, seperti investasi lainnya, saham juga memiliki risiko. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut adalah dengan melakukan diversifikasi. Diversifikasi adalah strategi pengelolaan investasi yang bertujuan untuk membagi dana investasi ke dalam berbagai aset investasi yang berbeda. Dalam konteks […]