Pasar global kembali menghadapi ketidakpastian seiring meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah. Setelah serangan udara Israel ke Iran pada Jumat, 13 Juni 2025, Iran merespon dengan aksi balasan militer pada Sabtu, 14 Juni 2025. Ketegangan antara kedua negara ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran akan potensi meluasnya konflik di kawasan, tetapi juga berisiko mempengaruhi pergerakan harga komoditas global, khususnya minyak mentah, mengingat Iran merupakan salah satu eksportir utama energi dunia. Dalam artikel ini, Makmur akan mengulas potensi dampak konflik terhadap pasar energi serta strategi investasi yang dapat dipertimbangkan untuk menjaga stabilitas portofolio di tengah situasi yang penuh ketidakpastian.
Israel melancarkan serangan terhadap sejumlah fasilitas strategis Iran pada Jumat (13/6), termasuk kompleks nuklir dan pusat produksi rudal, yang dilaporkan menewaskan Panglima Garda Revolusi, Hossein Salami. Sebagai respon, Iran membalas dengan meluncurkan lebih dari 300 unit serangan gabungan ke wilayah Israel pada Sabtu (14/6), yang terdiri dari drone bersenjata, rudal jelajah, dan rudal balistik. Di saat yang sama, Iran juga menyatakan mundur dari perundingan nuklir dengan Amerika Serikat.
Langkah ini menandai peningkatan signifikan dalam eskalasi konflik dan memicu kekhawatiran pasar akan potensi meluasnya ketegangan ke negara-negara lain di kawasan, seperti Suriah, Lebanon, dan Yaman.
Konflik ini turut mendorong kenaikan harga minyak global. Pada Senin (16/6) pukul 11.30 WIB, harga minyak Brent tercatat naik 1,12% ke level US$75,06 per barel, sementara WTI menguat 1,22% ke US$72,15, level tertinggi sejak Februari 2025 dan sejak awal eskalasi, harga minyak global telah naik sekitar 8%.
Iran saat ini merupakan produsen minyak terbesar ke-9 dunia dengan output sekitar 3,99 juta barel per hari, atau sekitar 4% dari total produksi global. Dari jumlah tersebut, sekitar 25–30% diekspor ke Tiongkok, menjadikan Iran sebagai salah satu pemasok utama energi bagi Negeri Tirai Bambu. Konflik yang terjadi juga meningkatkan risiko terhadap Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang dilalui sekitar 20% pasokan minyak dunia.
Adapun saat ini belum terjadi gangguan pasokan (supply shock) dalam skala signifikan. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya terkait Iran dan potensi terganggunya Selat Hormuz, telah mendorong lonjakan harga minyak dalam jangka pendek. Banyak analis menilai reli ini bersifat sementara, seiring lemahnya permintaan global akibat perlambatan ekonomi.
Data U.S. Energy Information Administration (EIA) dalam Short-Term Energy Outlook Juni 2025 menunjukkan bahwa harga minyak global justru diproyeksikan turun dalam jangka menengah.
Tabel 1.1 Proyeksi Harga Komoditas Minyak Global menurut EIA (US$/barel)
Sumber: EIA, Short-Term Energy Outlook, Juni 2025
EIA menilai pasokan global masih relatif longgar, terutama karena pertumbuhan suplai dari luar AS, termasuk negara-negara non-OPEC.
Sementara itu, mengacu pada analisis Goldman Sachs, JPMorgan, dan Commerzbank, berikut skenario harga minyak berdasarkan tingkat eskalasi konflik:
Tabel 1.2. Skenario Perkiraan Harga Minyak Berdasarkan Dinamika Geopolitik (US$/barel)
Sumber: Bloomberg
Sehingga, kenaikan harga saat ini lebih dipengaruhi oleh ekspektasi risiko daripada realisasi gangguan pasokan. Oleh karena itu, investor perlu mewaspadai potensi volatilitas harga dalam jangka pendek, namun tetap mempertimbangkan proyeksi jangka menengah yang menunjukkan arah penurunan harga akibat kondisi pasokan yang memadai.
Di tengah ketidakpastian geopolitik dan potensi volatilitas harga komoditas, menjaga keseimbangan portofolio agar tetap optimal menjadi kunci. Salah satu strategi yang dapat dipertimbangkan investor adalah memilih instrumen defensif, seperti Reksa Dana khususnya Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) dan Reksa Dana Pasar Uang (RDPU).
RDPT merupakan salah satu pilihan utama. Instrumen ini mengalokasikan minimal 80% dari portofolionya ke surat utang, baik yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi. Dengan karakteristik imbal hasil yang relatif lebih stabil dibandingkan saham, RDPT dapat menjadi pilihan untuk menghindari fluktuasi pasar sekaligus tetap memperoleh potensi distribusi imbal hasil secara berkala.
Sementara itu, bagi Investor Makmur yang lebih mengutamakan likuiditas dan kestabilan nilai investasi, RDPU dapat menjadi alternatif. RDPU menempatkan 100% dana pada instrumen pasar uang, seperti deposito dan surat berharga jangka pendek yang memiliki risiko relatif rendah. Instrumen ini ideal untuk tujuan investasi jangka pendek atau sebagai penempatan dana sementara sambil menunggu kepastian arah pasar.
Itulah pembahasan terkait dampak ketegangan geopolitik terhadap harga minyak dan strategi investasi yang dapat dipertimbangkan. Di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, penting bagi investor untuk tetap tenang dan fokus pada alokasi aset yang sesuai dengan profil risiko serta tujuan keuangan. Dengan memilih instrumen yang tepat, seperti RDPT maupun RDPU, investor dapat menjaga stabilitas portofolio dan tetap berpeluang meraih imbal hasil yang optimal.
Di Makmur, Anda juga dapat memilih lebih dari 100 produk reksa dana pilihan lainnya baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Anda dapat memilih dan membeli reksa dana dengan memanfaatkan promo seperti promo June Invest dan promo Semua Bisa Makmur.
Link: Promo-Promo di Makmur
Unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan berikan ulasan mengenai pengalaman investasi Anda di Makmur.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, Anda juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Anda juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link di bawah ini:
Website: Makmur.id
Editor: Merry Putri Sirait (bersertifikasi WPPE)
Penulis: Lia Andani
Key Takeaways: Memasuki semester II-2025, pasar modal Indonesia kembali diramaikan oleh penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO). Sebanyak tujuh perusahaan dari berbagai sektor akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal Juli 2025, membuka peluang investasi di sektor-sektor strategis seperti alat kesehatan, logistik, angkutan laut, edukasi, hingga distribusi produk telekomunikasi. Dalam artikel […]
Key Takeaways: Di tengah kondisi ekonomi global yang belum stabil, pernyataan terbaru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu kekhawatiran pasar. Trump mengisyaratkan tidak akan memperpanjang jeda tarif impor yang dijadwalkan berakhir pada 9 Juli 2025. Keputusan ini dinilai berpotensi memicu ketegangan perdagangan dan berdampak terhadap perekonomian negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Dalam […]
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri keuangan syariah, termasuk di sektor pasar modal. Salah satu produk investasi syariah yang terus berkembang adalah reksa dana syariah, yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip syariah, bebas dari unsur riba dan spekulasi. Berdasarkan data Infovesta per 24 juni 2025, total dana kelolaan […]
Key Takeaways: Salah satu pendekatan yang cukup populer di kalangan investor adalah dengan menggunakan pendekatan analisis fundamental. Analisis ini salah satunya dapat digunakan digunakan untuk menemukan saham yang diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya, atau yang sering disebut saham undervalue. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai valuasi saham adalah Price Earning Ratio (PER). PER mengukur […]
Key Takeaways: Pasar modal Indonesia kembali diramaikan oleh penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering / IPO) dari perusahaan strategis. Salah satu emiten yang tengah menarik perhatian investor adalah PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), anak usaha Grup Chandra Asri (TPIA), yang akan mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 08 Juli 2025. […]
Key Takeaways: Di tengah kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian dan tren suku bunga tinggi, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia tetap menunjukkan daya saing yang kuat. Tingkat yield yang kompetitif, ditambah stabilitas makroekonomi domestik, menjadikan SBN sebagai instrumen yang menarik bagi investor, baik ritel maupun institusi. Dalam artikel ini, Makmur akan membahas […]