Hai, Sobat Makmur! Kebijakan suku bunga acuan bank sentral menjadi salah satu instrumen kebijakan moneter yang cukup vital bagi investor pasar modal, baik saham, obligasi, maupun reksa dana. Sebab, naik atau turunnya suku bunga acuan akan berdampak ke instrumen investasi. Selain kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI), kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yakni Federal Reserve (The Fed) juga menjadi sentimen yang cukup diwaspadai oleh investor. Kali ini, Makmur akan mengajak kamu untuk mengetahui lebih dalam mengenai kebijakan suku bunga The Fed yang pastinya bermanfaat untuk kamu terapkan dalam berinvestasi. Yuk disimak!
The Fed merupakan bank sentral yang dimiliki oleh AS. The Fed memiliki 3 struktur utama, yakni 1 orang Dewan Gubernur, 12 Bank Federal Reserve, dan Komite Pasar Terbuka Federal atau Federal Open Market Committee (FOMC). Sama seperti bank sentral negara lain, The Fed memiliki wewenang dalam menaikkan atau menurunkan suku bunga. Kenaikan tingkat suku bunga acuan seringkali diputuskan untuk mengendalikan berbagai faktor ekonomi, seperti mengendalikan tingkat inflasi. Sementara penurunan suku bunga sering diambil untuk menstimulasi kondisi ekonomi tertentu seperti mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan.
The Fed merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki pengaruh paling kuat di dunia. Sebab, banyak bank-bank sentral di negara lain menjadikan The Fed sebagai patokan dalam membuat kebijakan moneter. Hal ini tidak terlepas dari status AS sebagai negara super power dunia. Selain itu, dolar AS merupakan mata uang yang digunakan dan diterima secara global. Sehingga, setiap tindakan, kebijakan, dan gerak-gerik The Fed bakal mempengaruhi kebijakan bank sentral negara-negara lain di seluruh dunia.
The Fed memberi sinyal akan penurunan suku bunganya mulai September 2024. Dalam Simposium Jackson Hole yang digelar pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan sudah saatnya bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga. Dalam pidatonya, Powell mengatakan arah perjalanan kebijakan The Fed sudah semakin jelas. Namun, waktu serta kecepatan penurunan suku bunga akan bergantung pada data ekonomi yang masuk, prospek ekonomi yang berkembang, dan keseimbangan risiko. Powell juga tidak secara gamblang memberikan informasi mengenai kapan penurunan suku bunga akan dimulai. Hanya saja, pasar memperkirakan bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada bulan September 2024. Menurut CME FedWatch, pelaku pasar melihat adanya 67% peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) dan 33% peluang penurunan sebesar 50 bps. Jika benar adanya penurunan suku bunga yang akan dilakukan pada September 2024, ini akan menjadi kali pertama bagi The Fed memangkas suku bunganya dalam 4 tahun terakhir. Pemangkasan suku bunga oleh The Fed tersebut juga akan menandai berakhirnya era suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama alias higher for longer.
Penurunan suku bunga tersebut tidak terlepas dari kondisi data perekonomian AS terkini. Inflasi AS kini sudah mendekati target yang dipasang, yakni 2%. Melansir data Biro Statistik Tenaga Kerja, inflasi AS di periode Juli melandai ke angka 2,9% secara tahunan alias year-on-year (YOY), berada di bawah ekspektasi sebesar 3%. Ini merupakan inflasi terendah sejak Maret 2021 atau lebih dari tiga tahun ke belakang. Sementara itu, tingkat pengangguran AS pada Juli 2024 melonjak menjadi 4,3% pada Juli 2024 dari sebelumnya hanya 4,1% pada Juni 2024. Kenaikan ini menandai bulan keempat secara berturut-turut tingkat pengangguran AS meningkat dan merupakan angka tertinggi sejak Oktober 2021.
Seperti dijelaskan di atas, langkah dan gerak-gerik The Fed akan cenderung ‘diikuti’ oleh bank sentral negara lain. Contohnya, Bank Sentral Korea Selatan atau Bank of Korea (BOK) yang diperkirakan bakal melakukan penurunan suku bunga pada Oktober mendatang. penurunan suku bunga oleh BOK bertepatan dengan prediksi The Fed yang juga akan memulai tren penurunan suku bunga. BI juga diperkirakan akan memangkas BI Rate pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November/Desember, setelah The Fed menurunkan suku bunga Fed Fund Rate. Sebelumnya, BI masih mempertahankan suku bunga tidak berubah pada RDG Agustus 2024. Salah satu pertimbangannya adalah faktor kondisi global, termasuk kejelasan suku bunga The Fed.
Namun, tak semua bank sentral mengekor kebijakan The Fed. Misalkan Bank Sentral Jepang yakni Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga acuannya pada Juli 2024 menjadi 0,25% dari sebelumnya 0-0,1%. Ini merupakan suku bunga tertinggi sejak 2008 atau dalam 16 tahun terakhir. Kenaikan suku bunga acuan ini menimbang meluasnya kenaikan upah pekerja dan kenaikan harga barang impor yang disebabkan oleh pelemahan nilai tukar yen, sehingga menimbulkan kewaspadaan terhadap risiko inflasi yang melampaui batas.
Kebijakan suku bunga The Fed menjadi salah satu sentimen paling berpengaruh bagi pasar modal. Penurunan suku bunga akan membuat investor mencari alternatif lain dengan potensi return yang lebih tinggi dari deposito, salah satunya yakni pasar saham. Meningkatnya permintaan saham di bursa akan menyebabkan harga saham mengalami kenaikan. Penurunan suku bunga juga akan diikuti oleh penurunan suku bunga kredit. Kondisi ini membuat perusahaan terbuka (emiten) bisa mendapatkan pendanaan dengan biaya yang lebih rendah. Pada akhirnya, pendanaan yang murah ini berpotensi mendorong laba bersih emiten yang berujung pada meningkatnya harga saham. Secara tidak langsung, penurunan suku bunga The Fed akan berdampak positif terhadap kinerja reksa dana saham.
Kebijakan suku bunga juga akan berdampak langsung terhadap instrumen obligasi. Ketika suku bunga turun, harga obligasi akan cenderung naik, begitu juga sebaliknya. Penurunan tingkat suku bunga acuan akan menyebabkan bunga tabungan dan deposito di perbankan menjadi kurang menarik. Penurunan suku bunga akan membuat investor lebih tertarik berinvestasi di instrumen obligasi dibandingkan dengan menaruh uangnya di deposito. Dalam kondisi ini, reksa dana pendapatan tetap menjadi reksa dana yang paling diuntungkan, karena merupakan reksa dana yang mayoritas portofolionya merupakan efek yang bersifat utang (obligasi).
Nah, Sobat Makmur, setelah membaca artikel di atas pastinya kamu semakin memahami bahwa penurunan suku bunga The Fed menjadi sentimen yang cukup penting dalam berinvestasi. Tentunya, artikel ini bisa kamu terapkan dalam berinvestasi reksa dana, baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Namun, jangan lupa untuk menentukan tujuan investasi dengan jelas dan juga memahami profil risiko investasi terlebih dahulu. Setelah itu, pilihlah reksa dana yang sesuai dengan tujuanmu di aplikasi Makmur. Sobat Makmur bisa membeli reksa dana pilihanmu dengan memanfaatkan promo August Financial Freedom 2024, promo Semua Bisa Makmur, dan promo Semakin Makmur.
Kamu juga bisa memanfaatkan promo-promo Makmur yang tertera pada link di bawah ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan dan menemani perjalanan investasimu dalam mencapai tujuan finansial di masa depan.
Link: Promo-Promo di Makmur
Yuk, unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan jangan lupa berikan ulasan terbaikmu.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, kamu juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kamu juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link berikut:
Website: Makmur.id
Editor: Benrik Anthony (bersertifikasi WAPERD dan WMI)
Penulis: Akhmad Sadewa Suryahadi
Key Takeaways: Perusahaan aset manajemen membantu investor, baik ritel maupun institusi dalam mengelola dana investasi agar tujuan keuangan tercapai. Cakupan tugasnya menyusun alokasi aset, memilih sekuritas yang tepat, serta mengelola portofolio. Jadi, saat Anda membeli reksa dana, dana tersebut dikelola secara profesional oleh perusahaan aset manajemen sesuai kebijakan investasi yang berada di bawah pengawasan regulator. […]
Key Takeaways: Reksa dana saham merupakan salah satu pilihan yang menarik bagi investor yang ingin memperoleh potensi keuntungan yang cukup tinggi dalam jangka panjang, walaupun risikonya paling besar dibandingkan jenis reksa dana lainnya. Keberhasilan reksa dana saham sangat dipengaruhi oleh keahlian manajer investasi (MI) dalam memilih saham potensial. Dari berbagai sektor, saham sektor perbankan menjadi […]
Key Takeaways: Dalam berinvestasi, penting untuk memahami risiko dan potensi imbal hasil di awal. Salah satu indikator yang sering dijadikan acuan oleh para analis keuangan dan investor profesional adalah risk free rate atau “tingkat bebas risiko”, yang merupakan imbal hasil dari suatu investasi yang dianggap memiliki risiko gagal bayar yang rendah. Instrumen investasi di Indonesia […]
Key Takeaways: Instrumen investasi saham terbagi ke dalam berbagai jenis bila melihat dari karakteristiknya, salah satu yang populer adalah growth stock. Istilah growth stock mulai dipopulerkan oleh Thomas Rowe Price Jr. sebagai strategi investasi pada sekitar tahun 1930–1950-an dan semakin diketahui secara luas setelah Philip A. Fisher merilis buku Common Stocks and Uncommon Profits (1958). […]
Key Takeaways: Pengambilan keputusan investasi yang tepat bisa dipengaruhi oleh berbagai indikator ekonomi. Namun, ada satu indikator yang sangat krusial, yaitu real interest rate atau suku bunga riil. Real interest rate mencerminkan return riil yang Anda dapatkan dari suatu aset investasi setelah disesuaikan dengan inflasi. Dengan memahami dan mempertimbangkan real interest rate, Anda sebagai investor […]
Key Takeaways: Dalam perekonomian, cadangan devisa suatu negara memiliki peran yang sangat penting. Bagi Indonesia, cadangan devisa menjadi salah satu instrumen utama untuk menjaga kestabilan ekonomi. Melansir dari halaman resmi Bank Indonesia (BI), pada Juni 2025 cadangan devisa Indonesia tercatat sekitar 152,6 miliar dolar AS (USD), yang terdiri dari beberapa instrumen. Data dari Badan Pusat […]