Hai, Sobat Makmur! Dalam hitungan pekan, kita akan segera memasuki tahun 2025. Apakah Sobat Makmur sudah menentukan strategi investasi untuk tahun depan? Jika belum, Makmur akan membantu Sobat Makmur dalam menentukan strategi investasi. Dalam hal ini, strategi yang dibahas adalah investasi pasif VS investasi aktif dan bagaimana strategi yang cocok diterapkan di 2025. Yuk, disimak!
Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya kamu memahami terlebih dahulu apa itu investasi aktif dan investasi pasif. Investasi aktif adalah strategi investasi yang melibatkan peran aktif dari investor dalam memilih dan mengelola portofolio. Proses ini biasanya mencakup analisis rutin terhadap perdagangan saham, kajian mendalam tentang kondisi pasar, serta penerapan strategi yang bertujuan untuk melampaui kinerja pasar.
Dengan kata lain, investasi aktif mengadopsi pendekatan langsung yang menuntut kamu berperan sebagai manajer portofolio. Investasi aktif membutuhkan evaluasi terhadap fluktuasi harga serta potensi keuntungan dari instrumen investasi. Analisis fundamental termasuk laporan keuangan perusahaan dan valuasi aset memegang peranan penting dalam investasi aktif. Selain bertujuan mengungguli kinerja rata-rata pasar, investasi aktif juga dikenal sebagai pendekatan investasi yang sering kali memanfaatkan pergerakan pasar jangka pendek.
Jika kamu adalah investor yang menggunakan pendekatan strategi investasi aktif, kamu biasanya memantau pasar secara rutin dan membuat keputusan berdasarkan data terbaru serta dinamika ekonomi yang sedang berlangsung. Pendekatan ini berfokus pada kemampuan untuk memproyeksikan tren serta keterampilan dalam mengelola risiko guna memperoleh hasil yang maksimal.
Sementara itu, strategi investasi pasif cenderung mengikuti pergerakan indeks atau pasar secara umum. Jika kamu adalah investor pasif, kamu akan cenderung tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar jangka pendek atau tren sementara. Sebab, investasi pasif akan menganut pendekatan strategi jangka panjang dalam pengelolaan investasi. Pendekatan ini dilakukan dengan mengandalkan kemampuan untuk menahan dan menyimpan aset, untuk menghindari dorongan bereaksi atau mencoba memprediksi pergerakan pasar ke depan.
Investor pasif umumnya memiliki mindset bahwa sulit untuk mengalahkan return pasar secara keseluruhan. Investor dengan pendekatan pasif lebih memilih untuk menyesuaikan kinerja investasi dengan pasar atau sektor tertentu. Pendekatan ini dilakukan dengan mereplikasi hasil pasar melalui portofolio yang terdiversifikasi.
Pilihan antara pendekatan investasi aktif dan investasi pasif tergantung pada tujuan, waktu, pengetahuan, dan toleransi risiko yang bisa kamu terima. Keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pribadi. Berikut kelebihan dan kelemahan investasi aktif dan pasif.
1. Return Berpotensi Mengungguli Kinerja Pasar
Investor yang menggunakan pendekatan investasi aktif akan berusaha untuk mengalahkan kinerja (return) pasar dengan memilih saham atau aset yang diperkirakan akan memberikan hasil lebih baik daripada pasar secara keseluruhan. Strategi ini memberikan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar. Misal, sejak awal tahun alias secara year-to-date Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 7%. Jika kamu menganut pendekatan investasi aktif, maka kamu akan berusaha menyesuaikan portofolio saham milikmu dengan membeli saham-saham berkinerja baik dan melepas saham-saham berkinerja buruk. Dengan upaya ini, portofolio milikmu diharapkan mampu mengungguli return IHSG sejak awal tahun, yakni lebih dari 7%.
2. Lebih Fleksibel dalam Mengelola Risiko
Pendekatan investasi aktif memungkinkan kamu untuk menyesuaikan portofolio secara cepat berdasarkan perubahan pasar atau kondisi ekonomi, sehingga dapat mengurangi potensi kerugian dalam situasi pasar yang kurang menguntungkan. Investasi aktif juga memanfaatkan pergerakan aset jangka pendek atau ketidakstabilan pasar. Kondisi ini bisa memberikan peluang keuntungan lebih cepat dibandingkan dengan investasi pasif.
3. Kontrol Atas Portofolio Lebih Besar
Pendekatan investasi aktif memungkinkan kamu untuk memiliki kontrol penuh atas pilihan dan keputusan investasi. Hal ini memungkinkan kamu untuk memilih sektor atau perusahaan tertentu yang sesuai dengan strategi dan preferensi mereka.
1. Biaya Tinggi
Biaya dalam berinvestasi secara aktif cenderung lebih tinggi. Ini karena setiap aktivitas pembelian dan penjualan aset (misal saham atau reksa dana) menimbulkan biaya transaksi. Jika pembelian dan penjualan aset terus terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan berlangsung lama, maka hal ini dapat mengurangi potensi hasil (return) investasimu.
2. Membutuhkan Banyak Waktu
Investasi aktif akan lebih banyak menyita waktu kamu untuk memantau pasar, menganalisis kondisi ekonomi, dan membuat keputusan investasi. Tentunya, hal ini menjadi beban bagi investor yang tidak memiliki cukup waktu atau keahlian untuk terlibat secara aktif mengelola investasi.
3. Risiko yang Tinggi
Kelemahan utama dari investasi aktif adalah risiko yang lebih besar. Sebab, keputusan investasi aktif sering kali berdasarkan analisis pasar jangka pendek, yang bisa berubah dengan cepat. Ketidakpastian pasar dan kesalahan dalam memprediksi pergerakan harga dapat menyebabkan potensi kerugian (loss)yang signifikan. Oleh karena itu, meskipun memiliki potensi keuntungan tinggi, risiko investasi aktif juga lebih besar terutama jika strategi yang diambil kurang tepat.
1. Biaya Lebih Rendah
Investasi pasif cenderung memiliki biaya lebih rendah dibandingkan investasi aktif karena tidak menghabiskan biaya transaksi yang banyak dan tidak perlu analisis yang mendalam. Investor hanya perlu membeli dan menahan aset dalam jangka panjang, mengurangi biaya yang dikeluarkan.
2. Mengurangi Risiko Keputusan yang Kurang Tepat
Dengan mengikuti indeks atau pasar secara keseluruhan, investasi pasif mengurangi risiko yang timbul dari pengambilan keputusan yang salah atau prediksi pasar yang tidak akurat. Ini memberi investor kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten tanpa terpengaruh oleh fluktuasi jangka pendek.
3. Diversifikasi Otomatis
Pendekatan investasi pasif biasanya dilakukan melalui dana indeks atau Exchange Traded Fund (ETF) yang menawarkan diversifikasi otomatis. Pemilihan aset pada reksa dana mengurangi risiko terkait dengan investasi pada saham individu. Ini karena portofolio reksa dana secara luas tersebar di berbagai sektor dan aset, yang membantu mengurangi potensi kerugian dari pergerakan pasar.
1. Potensi Return yang Terbatas
Salah satu kelemahan dari investasi pasif adalah potensi return yang lebih rendah dibandingkan dengan investasi aktif. Ini karena investasi pasif hanya berusaha untuk mencocokkan kinerja pasar atau indeks, dan tidak ada upaya untuk mengungguli pasar dan mendapatkan keuntungan lebih besar. Meskipun lebih stabil, return dari investasi pasif cenderung lebih moderat dalam jangka pendek.
2. Kurangnya Fleksibilitas
Investasi pasif menggunakan strategi yang telah ditentukan sebelumnya, tanpa melakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi pasar. Hal ini membuat investasi pasif kurang responsif terhadap perubahan cepat (signifikan) dalam situasi ekonomi atau pasar. Pendekatan ini membatasi fleksibilitas investor untuk menyesuaikan portofolio mereka berdasarkan analisis atau proyeksi pasar. Sebagai hasilnya, investasi pasif kurang efektif dalam memaksimalkan peluang keuntungan dalam jangka pendek.
3. Opportunity Cost Tinggi
Meskipun dianggap lebih efisien dalam hal biaya, opportunity cost yang muncul bagi investor pasif bisa jadi lebih besar dari investor aktif. Hal ini terjadi karena investor pasif akan cenderung memilih untuk tidak menyesuaikan aset mereka dengan perubahan kondisi ekonomi. Dalam istilah ekonomi, opportunity cost adalah kerugian yang dialami akibat tidak memilih alternatif terbaik yang tersedia. Ini terjadi karena setiap keputusan melibatkan trade-off, yaitu memilih satu hal dan mengorbankan yang lain.
Setelah membaca artikel di atas, pendekatan investasi mana yang paling tepat untuk diterapkan di 2025? Apakah investasi aktif atau investasi pasif? Jawabannya adalah tergantung dari preferensi dan profil risiko yang bisa kamu ambil. Misal, untuk menghadapi volatilitas pasar di 2025, kamu bisa menerapkan pendekatan investasi aktif dengan aktif menyesuaikan portofolio berdasarkan perubahan pasar. Sedangkan untuk jangka panjang, kamu bisa menerapkan pendekatan investasi pasif.
Yang terpenting, untuk mencapai target dan tujuan finansialmu, Sobat Makmur harus memilih instrumen investasi yang tepat. Diantara banyaknya pilihan instrumen investasi, kamu bisa memilih instrumen reksa dana yang cenderung aman. Nantinya, danamu akan dikelola oleh Manajer Investasi (MI) secara profesional. Manajer Investasi bertugas menentukan aset yang akan dimasukkan ke dalam portofolio reksa dana, seperti saham, obligasi, atau instrumen pasar uang, sesuai dengan reksa dana yang kamu pilih. Pemilihan aset ini dilakukan melalui analisis mendalam dengan memperhatikan berbagai faktor makroekonomi untuk memastikan pengelolaan investasi dilakukan secara maksimal.
Di Makmur, kamu bisa juga memilih lebih dari 100 produk reksa dana pilihan lainnya baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Sobat Makmur juga bisa memaksimalkan kinerja portofolio dengan memanfaatkan sejumlah promo dari Makmur seperti promo December Wealth, promo Semua Bisa Makmur, dan promo Semakin Makmur.
Kamu juga bisa memanfaatkan promo-promo Makmur yang tertera pada link di bawah ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan dan menemani perjalanan investasimu dalam mencapai tujuan finansial di masa depan.
Link: Promo-Promo di Makmur
Yuk, unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan jangan lupa berikan ulasan terbaikmu.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, kamu juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kamu juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link berikut:
Website: Makmur.id
Editor: Benrik Anthony (bersertifikasi WAPERD dan WMI)
Penulis: Akhmad Sadewa Suryahadi
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri keuangan syariah, termasuk di sektor pasar modal. Salah satu produk investasi syariah yang terus berkembang adalah reksa dana syariah, yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip syariah, bebas dari unsur riba dan spekulasi. Berdasarkan data Infovesta per 24 juni 2025, total dana kelolaan […]
Key Takeaways: Salah satu pendekatan yang cukup populer di kalangan investor adalah dengan menggunakan pendekatan analisis fundamental. Analisis ini salah satunya dapat digunakan digunakan untuk menemukan saham yang diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya, atau yang sering disebut saham undervalue. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai valuasi saham adalah Price Earning Ratio (PER). PER mengukur […]
Key Takeaways: Pasar modal Indonesia kembali diramaikan oleh penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering / IPO) dari perusahaan strategis. Salah satu emiten yang tengah menarik perhatian investor adalah PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), anak usaha Grup Chandra Asri (TPIA), yang akan mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 08 Juli 2025. […]
Key Takeaways: Di tengah kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian dan tren suku bunga tinggi, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia tetap menunjukkan daya saing yang kuat. Tingkat yield yang kompetitif, ditambah stabilitas makroekonomi domestik, menjadikan SBN sebagai instrumen yang menarik bagi investor, baik ritel maupun institusi. Dalam artikel ini, Makmur akan membahas […]
Mengelola kekayaan tidak hanya berfokus pada kepemilikan aset, namun juga pada penerapan keputusan investasi yang dapat memberikan nilai ekonomi yang optimal dari waktu ke waktu. Dalam menghadapi dinamika pasar yang terus berubah, pendekatan analitis yang mendalam sangat diperlukan untuk mengestimasi nilai suatu aset atau kewajiban di masa depan. Salah satu konsep kunci dalam hal ini […]
Dalam setahun terakhir, Bank Indonesia telah memangkas BI Rate sebanyak tiga kali menjadi 5,25% sebagai respon terhadap perlambatan ekonomi global dan inflasi yang tetap terkendali. Namun, penurunan suku bunga acuan ini belum sepenuhnya tercermin pada suku bunga kredit perbankan digital. Data per April 2025 menunjukkan bahwa Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) bank-bank digital masih bertahan […]