Hai, Sobat Makmur! Pasar saham global sempat mengalami penurunan tajam saat libur Lebaran kemarin. Beberapa bursa di Asia seperti Indeks Nikkei (Jepang), Hang Seng (Hong Kong), Shanghai Composite (China), hingga Strait Times (Singapura) mengalami penurunan yang signifikan. Penyebab utama penurunan ini adalah penerapan tarif balasan atau reciprocal tariff oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pada artikel kali ini, Makmur akan membahas mengenai dampak pengenaan tarif ke pasar modal dan pilihan investasi yang tepat di tengah implementasi tarif. Yuk, disimak!
Apa Itu Kebijakan Tarif?
Pada 2 April 2025, Trump mengumumkan tarif baru yang akan berlaku untuk hampir semua barang impor, yang berlaku pada tanggal 5 April. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan antara AS dan negara lain. Adapun tarif dasar sebesar 10% akan dikenakan secara umum.
Sebagai catatan, tarif yang dikenakan oleh AS untuk negara mitra dagangnya cukup bervariasi. Misal, untuk barang dari Uni Eropa dan Jepang, tarifnya akan naik menjadi 20% dan 24%. Sementara itu, tarif untuk barang dari China akan meningkat tajam menjadi 54% karena tambahan tarif baru sebesar 34% di atas tarif lama 20%.
Besaran tarif ini dipatok berdasarkan besaran defisit perdagangan terhadap AS. Indonesia tercatat menempati peringkat ke-15 sebagai negara dengan defisit perdagangan terbesar bagi AS. Tarif timbal balik dikenakan sebesar 32% terhadap Indonesia.
Bagaimana Dampak Tarif Terhadap Pasar Saham?
Tak pelak, pengumuman tarif ini direspons negatif oleh pelaku pasar, yang memicu koreksi di berbagai bursa saham global dengan tingkat yang bervariasi. Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok 9,19% pada awal perdagangan sesi pertama. Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat melakukan pembekuan perdagangan alias trading halt karena IHSG telah melemah lebih dari 8%. IHSG sempat menyentuh level 5.882,605 yang merupakan level terendah dalam 3 tahun.
Penurunan IHSG sejalan dengan penurunan saham-saham berkapitalisasi besar alias big caps. Saham-saham perbankan besar seperti BBCA, BBRI, BBNI, BMRI sempat merosot lebih dari 10%.
Ada beberapa faktor yang membuat pasar merespon negatif penerapan tarif oleh AS. Pertama, penerapan tarif reciprocal berpotensi menambah ketidakpastian di pasar akibat adanya potensi serangan balasan dari mitra dagang utama seperti China dan Uni Eropa. Kedua, ada pula risiko perlambatan ekonomi global akibat terhambatnya aktivitas ekspor dan impor. Ini bisa terjadi dari adanya dampak langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung yakni berupa melemahnya ekspor dari Indonesia ke AS. Sementara dampak tidak langsung yakni jika tarif AS yang dikenakan terhadap berbagai negara lain yang akhirnya memperlambat ekonomi global dan menekan permintaan akan ekspor dari Indonesia.
Ketidakpastian akibat perang dagang juga membuat investor akan lebih berhati-hati dan cenderung menghindari aset dengan risiko tinggi seperti saham. Selain itu, perang dagang juga berpotensi mendorong aliran modal keluar (capital outflow) dari pasar negara berkembang seperti Indonesia karena prospek perekonomian negara berkembang yang cukup rawan. Hal ini berpotensi menekan nilai tukar rupiah serta memperbesar beban impor yang pada akhirnya melemahkan prospek ekonomi dalam negeri.
Sementara itu, belum ada sentimen positif yang secara signifikan mampu mendorong IHSG. Pembagian dividen oleh sejumlah emiten besar nyatanya tidak mampu menahan kejatuhan saham-saham perbankan. Sentimen pembelian kembali alias buyback saham juga tak mampu membendung kejatuhan IHSG.
Reksa Dana Pendapatan Tetap Jadi Pilihan Tepat
Untuk itu, di tengah anjloknya bursa saham global, Sobat Makmur harus memilih instrumen investasi yang tepat. Kamu bisa memilih reksa dana, khususnya reksa dana pendapatan tetap sebagai pilihan investasimu. Reksa dana pendapatan tetap sebagian besar berinvestasi pada obligasi, yang cenderung lebih stabil daripada saham.
Selain itu, ada beberapa reksa dana pendapatan tetap yang memberikan pendapatan secara rutin kepada investor dalam bentuk dividen. Sehingga, instrumen ini dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan pasif.
Saat ini, reksa dana pendapatan tetap masih menjadi primadona dibandingkan reksa dana jenis lainnya. Melansir data Statistik Pasar Modal Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Februari 2025 nilai dana kelolaan alias asset under management (AUM) reksa dana pendapatan tetap masih menjadi yang terbesar yakni mencapai Rp149,03 triliun. Jumlah ini naik 0,3% dari AUM reksa dana pendapatan tetap per akhir Januari 2025 yang sebesar Rp Rp148,59 triliun. Kondisi ini menunjukkan minat investor untuk berinvestasi di reksa dana pendapatan tetap masih tinggi.
Di Makmur, kamu bisa juga memilih lebih dari 100 produk reksa dana pilihan lainnya baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Sobat Makmur bisa membeli reksa dana pilihanmu dengan memanfaatkan promo seperti promo April Blossom, promo Semua Bisa Makmur, dan promo Semakin Makmur.
Link: Promo-Promo di Makmur
Kamu juga bisa memanfaatkan promo-promo Makmur yang tertera pada link di bawah ini untuk mendapatkan keuntungan tambahan dan menemani perjalanan investasimu dalam mencapai tujuan finansial di masa depan.
Yuk, unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan jangan lupa berikan ulasan terbaikmu.
Perlu diketahui, selain melalui ponsel, kamu juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Kamu juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link berikut:
Website: Makmur.idEditor: Merry Putri Sirait (bersertifikasi WPPE)
Penulis: Akhmad Sadewa Suryahadi
Key Takeaways: Dalam investasi saham, pendekatan bottom-up analysis merupakan metode analisis saham yang berfokus pada analisis fundamental perusahaan. Pendekatan ini dipopulerkan oleh investor legendaris Peter Lynch, seorang manajer investasi dari Fidelity Magellan Fund yang sukses pada tahun 1980-an. Ia meyakini bahwa investor bisa mendapatkan potensi keuntungan dengan memilih perusahaan berkualitas dan yang memiliki prospek pertumbuhan […]
Key Takeaways: Reksa dana saham merupakan salah satu instrumen investasi yang banyak diminati oleh masyarakat. Salah satu daya tarik dari reksa dana saham adalah potensi pembagian dividen yang dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi investor. Namun, tidak semua reksa dana saham memiliki mekanisme distribusi dividen yang sama. Oleh karena itu, kita akan membahasnya secara detail. […]
Key Takeaways: Strategi untuk berinvestasi saham sangat beragam, namun pendekatan yang populer dan efektif dalam jangka panjang adalah strategi buy and hold. Strategi ini diterapkan dengan membeli saham dengan fundamental yang sehat dan disimpan dalam jangka panjang, untuk memberikan return optimal. Strategi ini sangat cocok bagi Anda yang ingin mendapatkan keuntungan dari akumulasi pertumbuhan nilai […]
Key Takeaways: Mengatur gaji bulanan bisa terasa sulit jika tidak ada perencanaan yang baik, karena uang bisa saja habis sebelum gajian di periode berikutnya. Salah satu cara yang populer untuk mengelola keuangan pribadi adalah dengan menggunakan rumus 50-30-20. Metode ini membagi penghasilan ke dalam tiga bagian, yaitu untuk kebutuhan pokok, keinginan, dan tabungan atau investasi. […]
Key Takeaways: Pengambilan keputusan yang cermat merupakan kunci untuk meminimalisir risiko kerugian ketika berinvestasi saham. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam meminimalisir risiko investasi adalah konsep margin of safety (MOS). Konsep MOS dipopulerkan oleh Benjamin Graham, seorang ekonom dan investor legendaris yang juga dikenal sebagai mentor Warren Buffett. Benjamin Graham mengenalkan konsep MOS dalam bukunya […]
Key Takeaways: Jika Anda berinvestasi reksa dana, pasti pernah melihat bahwa nilai aktiva bersih (NAB) per unit berubah setiap hari. Perubahan ini bukan tanpa alasan. NAB mencerminkan nilai kekayaan bersih dari portofolio reksa dana yang Anda miliki dan merupakan salah satu indikator penting dalam menilai kinerja suatu reksa dana. Lalu, apa yang menyebabkan NAB reksa […]