Dalam berinvestasi, penting untuk memahami risiko dan potensi imbal hasil di awal. Salah satu indikator yang sering dijadikan acuan oleh para analis keuangan dan investor profesional adalah risk free rate atau “tingkat bebas risiko”, yang merupakan imbal hasil dari suatu investasi yang dianggap memiliki risiko gagal bayar yang rendah.
Instrumen investasi di Indonesia yang biasanya digunakan sebagai acuan risk free rate adalah surat berharga negara (SBN) atau deposito dari bank besar. SBN dijamin oleh negara dan deposito dijamin oleh lembaga penjamin simpanan (LPS) dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Jadi, risiko gagal bayar pada kedua instrumen investasi tersebut bisa dibilang sangat rendah.
Lalu, mengapa investor perlu menjadikan risk free rate ini sebagai salah satu acuan? Mari kita bahas.
Di bawah ini merupakan lima alasan mengapa risk free rate bisa dijadikan salah satu acuan sebelum Anda mulai berinvestasi, di antaranya:
Sebelum mempertimbangkan untuk berinvestasi di instrumen yang memiliki risiko tinggi seperti saham atau reksa dana saham, risk free rate dapat digunakan sebagai tolak ukur imbal hasil minimum yang seharusnya Anda terima. Bila Anda mengambil risiko dengan berinvestasi di instrumen yang tidak bebas risiko, imbal hasil yang ditawarkan harus lebih tinggi dari risk free rate.
Per September 2025, imbal hasil deposito Bank Mandiri dengan tenor 1 tahun adalah 2,5%. Jika tingkat imbal hasil tersebut dijadikan risk free rate, maka investasi berisiko layak bila menawarkan potensi imbal hasil di atas angka 2,5%. Dengan demikian, risk free rate berfungsi sebagai patokan rasional dalam menilai kelayakan imbal hasil dari investasi berisiko seperti saham maupun reksa dana saham.
Konsep ini membantu Anda memahami seberapa besar kompensasi yang ditawarkan atas risiko yang Anda tanggung. Risk premium adalah selisih antara imbal hasil suatu aset berisiko dengan risk free rate.
| Risk premium = Imbal hasil suatu aset – risk free rate |
Contoh:
Berdasarkan data per tanggal 26 September 2025, reksa dana saham Bahana Icon Syariah Kelas G memiliki return sebesar 25,4% dalam satu tahun terakhir atau year-on-year (yoy). Apabila risk free rate adalah 2,5% per tahun, maka risk premium-nya adalah:
| Risk premium = 25,4% – 2,5%22,9% |
Anda sebagai investor bisa menilai apakah selisih 22,9% tersebut layak untuk mengimbangi risiko seperti fluktuasi nilai investasi dan ketidakpastian.
*Kinerja masa lalu tidak menjamin kinerja di masa depan.
Risk free rate sangat sensitif terhadap kebijakan moneter dan kondisi ekonomi. Ketika bank sentral seperti Bank Indonesia menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan, maka risk free rate biasanya ikut mengalami perubahan. Perubahan tersebut memberikan Anda gambaran umum mengenai arah pergerakan ekonomi dan membantu Anda menyesuaikan strategi investasi.
Sebagai contoh, jika suku bunga acuan naik, maka risk free rate juga berpotensi naik. Pada kondisi tersebut, Anda mungkin ingin mengurangi eksposur pada aset yang memiliki risiko tinggi karena peluang atau potensi imbal hasil di instrumen investasi bebas risiko menjadi lebih menarik.
Risk Free Rate juga digunakan dalam evaluasi kinerja portofolio investasi melalui metrik seperti sharpe ratio, yang mengukur seberapa besar imbal hasil portofolio yang Anda dapatkan dibandingkan dengan risiko yang Anda ambil, setelah dikurangi dengan risk free rate.
| Sharpe ratio = (Return portofolio − risk free rate) / standar deviasi portofolio |
Dari formula atau rumus di atas, Anda bisa melihat bahwa risk free rate berperan dalam mengukur seberapa efisien portofolio. Jika portofolio Anda memiliki imbal hasil yang hanya sedikit di atas risk free rate namun memiliki volatilitas tinggi, maka sharpe ratio-nya akan rendah, yang menandakan kurang efisien.
Dalam proses perencanaan alokasi aset, risk free rate sering digunakan untuk menentukan proporsi ideal antara aset yang memiliki risiko tinggi dan aset yang memiliki risiko rendah. Strategi ini bertujuan untuk mengoptimalkan portofolio berdasarkan profil risiko Anda.
Risk free rate bukan sekadar angka, tetapi indikator yang mencerminkan kondisi ekonomi, risiko pasar, dan ekspektasi imbal hasil minimum yang wajar. Namun, nilainya bisa saja berubah dan tidak sama dari waktu ke waktu.
Memahami dan memanfaatkan risk free rate akan membantu Anda dalam membuat keputusan investasi yang lebih rasional dan sesuai dengan profil risiko. Jika Anda mencari instrumen investasi yang memberikan peluang imbal hasil lebih tinggi dibandingkan instrumen bebas risiko, reksa dana saham bisa menjadi pilihan.
Untuk membantu membuat keputusan investasi yang lebih terukur, Makmur menyediakan data historis imbal hasil reksa dana saham secara transparan. Informasi ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menghitung risk premium serta menilai apakah imbal hasil yang ditawarkan sepadan dengan risiko yang diambil.
Di Makmur, Anda bisa memilih lebih dari 100 produk reksa dana pilihan lainnya baik itu reksa dana pendapatan tetap, reksa dana saham, reksa dana pasar uang, maupun reksa dana campuran. Anda bisa berinvestasi reksa dana dengan memanfaatkan promo seperti promo October Boost, promo Semua Bisa Makmur dan promo Makmur Premium Tour.
Link: Promo-Promo di Makmur
Unduh aplikasi Makmur melalui link di bawah ini dan berikan ulasan mengenai pengalaman investasi Anda di Makmur.
Perlu diketahui, selain melalui aplikasi, Anda juga dapat menggunakan aplikasi Makmur melalui situs web jika ingin berinvestasi menggunakan laptop atau komputer. Silakan klik link di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.
Anda juga dapat menambah wawasan dengan membaca informasi atau artikel menarik di situs web Makmur. Silakan klik link di bawah ini:
Website: Makmur.id
Editor: Merry Putri Sirait (bersertifikasi WPPE)
Penulis: Lia Andani
Key Takeaways: Rasio Treynor adalah salah satu metode yang digunakan oleh investor untuk mengukur kinerja investasi dengan memperhitungkan risiko. Rasio ini pertama kali diperkenalkan oleh Jack Treynor, seorang ahli teori keuangan yang berperan penting dalam pengembangan model Capital Asset Pricing Model (CAPM). Rasio Treynor dipakai oleh investor yang ingin mengevaluasi apakah suatu portofolio investasi memberikan […]
Sebagai instrumen investasi yang relatif stabil, reksa dana pendapatan tetap (RDPT) menjadi salah satu pilihan utama investor di Indonesia. Hal ini tercermin dari Asset Under Management (AUM) yang mencapai Rp232,33 triliun per Oktober 2025, tertinggi di antara jenis reksa dana lainnya. Untuk memastikan kualitas reksa dana, Makmur menyeleksi RDPT dari Manajer Investasi (MI) bereputasi baik, […]
Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) merupakan instrumen investasi dengan risiko relatif rendah dan likuid, sehingga cocok untuk berbagai profil investor. Reksa dana ini 100% dialokasikan ke instrumen pasar uang seperti deposito berjangka dan obligasi yang memiliki jatuh tempo < 1 tahun. Oleh karena itu, RDPU ideal untuk tujuan investasi jangka pendek, menawarkan potensi imbal hasil […]
Reksa dana campuran merupakan instrumen investasi yang mengalokasikan dana pada instrumen saham, obligasi, dan instrumen pasar uang, dengan masing-masing aset tidak melebihi 79% dari total portofolio. Diversifikasi ini memberikan keseimbangan antara potensi pertumbuhan dan stabilitas, sehingga cocok bagi investor dengan profil risiko moderat dan tujuan investasi jangka menengah hingga panjang. Makmur menyeleksi reksa dana campuran […]
Sebagai instrumen investasi dengan potensi pertumbuhan dan risiko relatif tinggi, reksa dana saham cocok bagi investor yang siap menghadapi fluktuasi pasar dan memiliki tujuan investasi jangka panjang. Secara year-to-date (YTD) hingga November, IHSG naik +20,18% ke level 8.509, mencerminkan tren positif pasar saham domestik. Makmur menyeleksi reksa dana saham dari manajer investasi (MI) bereputasi baik, […]
Key Takeaways: Dalam berinvestasi, portofolio Anda mungkin pernah mengalami fase naik dan turun, fluktuasi ini merupakan bagian dari dinamika pasar dan di sinilah perhitungan downside risk berperan penting, karena dengan mengukurnya Anda dapat lebih siap dalam menghadapi potensi kerugian yang akan terjadi kembali di masa depan. Selain downside risk, ada pula indikator penting lainnya yang […]